Kasus Zaskia Hina Lambang Negara Berlanjut
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Kriminal Khusus
(Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya masih mendalami kasus dugaan penghinaan
lambang negara yang dilakukan pedangdut Zaskia Gotik. Kanit 1 Subdit
Cybercrime Ditkrimsus Kompol Nico Setiawan mengaku akan memanggil
eksekutif, direktur program dan tim kreatif program ketika Zaskia
melakukan pelanggaran tersebut.
"Masih tahap pengumpulan keterangan saksi-saksi. Pemanggilan saksi
nanti dari eksekutif, direktur program dan tim kreatif pihak stasiun
televisi itu. Yang jelas, pemanggilan hari Senin (28/3)," katanya kepada
Republika.co.id, Ahad (27/3).
Ia menyebut setidaknya sudah ada tujuh saksi yang diperiksa dalam kasus itu. Tiga dari televisi dan dua dari pelapor.
Ia menyebut setidaknya sudah ada tujuh saksi yang diperiksa dalam kasus itu. Tiga dari televisi dan dua dari pelapor.
"Saksi semua sudah tujuh orang, akan ada pemanggilan untuk sekitar 12 saksi totalnya, termasuk dari pelapor," ucapnya.
Ia menegaskan kasus tersebut akan tetap dilanjutkan meski salah satu pelapor atas nama LSM Komunitas Pengawas Korupsi (KPK) sudah menarik laporannya. Sebab ia mengatakan kasus itu terbilang bukan delik aduan, melainkan delik biasa.
"Kasus tetap dilanjutkan karena yang lapor kan banyak, itu yang cabut cuma satu laporan aja (LSM KPK). Itu ada hubungannya dengan lambang negara, jadi enggak menghentikan proses hukum" ujarnya.
Nico mengatakan, polisi akan menjerat Zaskia dengan Pasal 24 UU Nomor 24 tahun 2009 serta Pasal 158 KUHP. Ancaman hukumannya lima tahun penjara.
Ia menegaskan kasus tersebut akan tetap dilanjutkan meski salah satu pelapor atas nama LSM Komunitas Pengawas Korupsi (KPK) sudah menarik laporannya. Sebab ia mengatakan kasus itu terbilang bukan delik aduan, melainkan delik biasa.
"Kasus tetap dilanjutkan karena yang lapor kan banyak, itu yang cabut cuma satu laporan aja (LSM KPK). Itu ada hubungannya dengan lambang negara, jadi enggak menghentikan proses hukum" ujarnya.
Nico mengatakan, polisi akan menjerat Zaskia dengan Pasal 24 UU Nomor 24 tahun 2009 serta Pasal 158 KUHP. Ancaman hukumannya lima tahun penjara.
Komentar
Setiap bentuk informasi yang kita
dapat dari media-media massa, tentunya itu tidak lepas dari jasa seorang
wartawan. Entah itu informasi mengenai politik, hiburan, dan lain sebagainya.
Wartawan bertugas untuk mencari dan menyebarkan berita sesuai dengan fakta yang
terjadi dan kaidah-kaidah jurnalistik. Lalu bagaimana dengan wartawan yang
bergerak di bidang infotainment yang selalu menyajikan berita-berita
sensasional dan terkadang melanggar kaidah-kaidah serta kode etik jurnalistik.
Sebelum kita melangkah lebih jauh membahas wartawan infotainment, ada baiknya
kita mengetahui apa itu wartawan dan wartawan infotainment.
Wartawan adalah orang yang
pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar,
majalah, radio, dan televisi. Sedangkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1996
Pasal 1 dan 3 dengan jelas disebutkan bahwa: “ Kewartawanan ialah pekerjaan
atau kegiatan atau usaha yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan dan
penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan lain-lain
sebagainya untuk perusahaan, radio, televisi dan film”. Infotainment merupakan
gabungan kata dari infotainment dan entertainment. Sama halnya dengan wartawan
lainnya, jika wartawan lainnya memberikan informasi publik, seperti berita
politik, kasus korupsi, ekonomi, dan lain sebagainya, wartawan infotainment
juga bertugas mencari berita dan disuguhkan kepada khalayak. Hanya yang berbeda
dari mereka adalah wartawan infotainment menyajikan hiburan berupa berita
mengenai kehidupan orang-orang yang terkenal, terutama yang bekerja pada dunia
industri hiburan seperti pemain sinetron, pemain film, penyanyi, dan lain
sebagainya. Infotainment memiliki ciri khas penyampaian yang unik. Infotainment
awalnya bermula dari John Hopkins University (JHU), Baltimore, Amerika Serikat.
Universitas ini terkenal dengan riset kedokterannya dan aktivisme sosialnya di
negara-negara berkembang. Untuk mendukung sukses misi kemanusiaan JHU di bidang
kesehatan, JHU membuat konsep yang dapat mengubah perilaku secara positif. Dari
konsep tersebut menghasilkanlah infotainment. Namun infotainment sekarang ini,
lebih mendorong kepada hal-hal yang cenderung negatif. Seperti menyebarkan
informasi yang tidak benar atau gosip, dan juga cara pencarian beritanya sering
kali melanggar kaidah-kaidah serta kode etik jurnalistik. Hampir semua stasiun
televisi menyajikan informasi mengenai kehidupan seorang selebriti. Tayangan
infotainment selalu muncul berbarengan dengan adanya produksi sinetron, dan
lain sebagainya. Infotainment dijadikan sebagai alat pendongkrak popularitas
bagi para selebriti. Wartawan infotainment selalu dikejar oleh deadline dari
perusahaan, mengingat tugasnya adalah mencari berita seputar kehidupan artis,
menjadikannya kurang atau tidak mematuhi kaidah-kaidah serta kode etik jurnalistik. Wartawan
infotainment sering dianggap melanggar hak kehidupan seseorang atau biasa kita
sebut privasi. Karena wartawan infotainment selalu menerobos kode etik
jurnalistik dalam menghormati privasi seseorang di setiap siarannya. Wartawan
infotainment terkadang mencari-cari kesalahan dalam pembuatan berita. Seperti teori agenda setting sesuai dengan pemikiran peneliti yang
menduga bahwa peran media massa cukup besar untuk mempengaryhu pikiran khalayak
melalui penekanan berita yang disampaikan.
Media massa digunakan sebagai alat
untuk mengonstruksi area kognitif audiensnya sehingga mereka mau mengubah
pandangan-pandangan yang dianut ataupun meneriman perspektif baru. Media
infotainment selalu mengulang-ngulang berita gosip, maka akan menumbuhkan
pandangan baru bagi khalayak kepada sang selebriti. Memang gemerlap kehidupan
seorang selebriti selalu mengundang ketertarikan khalayak. Tapi itu tidak sepatutnya
di tayangkan jika sudah mulai melanggar privasi. Privasi seorang selebriti
selalu menjadi sorotan yang paling ampuh bagi wartawan infotainment. Ini
mengundang ketidak nyamanan bagi semua pihak. Permasalahan yang
seharusnya tidak boleh dimunculkan, malah dimunculkan. Terkadang sang artis
sendiri merasa risih jika privasi nya sudah di bongkar oleh wartawan
infotainment. Banyak artis yang melaporkan wartawan infotainment kepada pihak
kepolisian karena merasa hak-haknya diambil oleh mereka. Maka dari itu,
beberapa aliansi atau lembaga masih memperdebatkan status wartawan infotainment
sebagai wartawan karena belum mematuhi kode etik jurnalistik.Seharusnya sebagai
wartawan harus bisa bersikap profesional dan juga lebih memahami kode etik atau
etika seorang jurnalis. Memahami dan menaati kode etik bisa membuat seorang
pemburu berita atau wartawan menjadi lebih terorganisir dan terkendali, menjadi
lebih profesional dalam pencarian beritanya.
sumber:
http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/16/03/27/o4om4g282-kasus-zaskia-gotik-hina-lambang-negara-berlanjut
No comments:
Post a Comment